Sabtu, 02 Oktober 2010
BELAJAR DARI PENSIL
Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat.
“Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?”
Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,
“Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai. Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti”, ujar si nenek lagi.
Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.
“Tapi nek, sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya”, Ujar si cucu.
Si nenek kemudian menjawab,
“Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini. Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini”, Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.
pertama:
pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya Allah, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya”.
kedua:
dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.
ketiga:
pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar”.
keempat:
bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu”.
kelima:
sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan…
Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan tinggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan”.
Sumber : persentasi hasanalsaggaf.wordpress.com
Selengkapnya...
BOOK REVIEW
I. PENDAHULUAN
Judul Buku : Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik
( Humanisme Relegius sebagai Paradigma Pendidikan Islam )
Penulis : Prof. H.Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D.
Pengantar : Prof.Ronald A. Lukens-Bull, Ph.D.
( Guru Besar University of North Florida )
Penerbit : GAMA MEDIA, Yogjakarta, 2002.
Sebuah buku yang lahir dari penelitian memang sangat menarik untuk dibaca karena tulisan yang muncul berawal dari fenomena yang ada. Demikan pula halnya dengan buku karya Prof. H.Abdurrahman Mas’ud, M.A., Ph.D.. Nuansa humanisme ( aspek kemanusiaan ) yang nyaris hilang, budaya saling menuduh dan saling menyalahkan nampaknya menjadi fenomena yang semakin lekat dalam keberagamaan di Indonesia termasuk dalam dunia pendidikan.
Paling tidak ada beberapa pertanyaan yang mesti kita ajukan sebelum kita membaca buku Menggagas Format Pendidikan Nondikotomi (Humanisme Relegius sebagai Paradigma Pendidikan Islam )
Paling tidak ada beberapa pertanyaan yang mesti kita ajukan sebelum kita membaca buku Menggagas Format Pendidikan Nondikotomi (Humanisme Relegius sebagai Paradigma Pendidikan Islam )
Paling tidak ada beberapa pertanyaan yang mesti kita ajukan sebelum kita membaca buku Menggagas Format Pendidikan Nondikotomi (Humanisme Relegius sebagai Paradigma Pendidikan Islam )
1. Benarkah bahwa kegagalan pendidikan dewasa ini disebabkan karena hak-hak pembelajar diabaikan ?
2. Benarkah bahwa kegagalan pendidikan dewasa ini disebabkan karena seorang guru tidak mampu memainkan perannya untuk membantu peserta didik menemukan dirinya dan mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang abdallah dan khalifatullah ?
3. Benarkah the spirit of inquiry termasuk didalamnya tradisi rihlah fi talab al-ilmi, penelitian empiris, membaca, dan menulis telah hilang dalam dunia pendidikan ?
4. Benarkah bahwa hanya ingin mendapatkan ijazah menjadi motivasi utama setiap pelajar dan mahasiswa di Indonesia ?
5. Benarkah pembelajaran yang diterapkan tidak mengacu pada problem-solving, common sense terlupakan, hingga kreativitas dalam pembelajaran tidak menonjol ?
I. ISI BUKU
Masih banyak persoalan yang menjadi beban pengelolaan pendidikan dan pengajaran. Mulai dari beban ajar yang terlalu banyak dan padat, sampai pada profesionalitas guru yang masih belum memadai. Dalam bahasan ini masalah yang terkait erat adalah standar keberhasilan belajar yang masih menekankan bidang intelektual dan sekaligus sentralisasi standar mutu (UAN: Ujian Akhir Nasional), yang mengakibatkan masyarakat terjerumus pada keyakinan bahwa hasil UAN adalah satu-satunya ukuran keberhasilan peserta didik dan juga sekolah sebagai lembaga pendidikan. Hasil UAN menentukan ranking mutu sekolah, tanpa memperhatikan banyak aspek lain yang mungkin diperoleh oleh peserta didik atau lembaga sekolah yang ada. Singkatnya sistem evaluasi dan UAN yang diselenggarakan masih mengkerdilkan peserta didik sebagai pribadi manusia dan sekolah sebagai lembaga pendidikan, menjadi satu aspek saja yaitu kecerdasan yang diukur oleh UAN (kasarnya soal pilihan ganda atau benar salah).
Masalah pendidikan yang cukup penting untuk dibenahi adalah proses pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek hafalan, ingatan, “memorizing” belaka. Ini disebabkan beberapa faktor; guru mengajar hanya menggunakan metode ceramah melulu, bentuk soal yang hanya pilihan berganda, penanaman pengetahuan yang tidak sampai pada konsep/pengertian dan nilai, dan suasana kelas yang aktif-negatif (seperti misalnya aktif mendengarkan, aktif mencatat) namun tidak aktif-positif (seperti misalnya aktif bertanya, aktif berdiskusi, aktif melakukan percobaan, aktif “mengalami”, aktif merefleksikan).
Prof.Mas’ud dalam bukunya ini mencoba menggaris bawahi hal-hal di atas adalah beberapa penyebab dari kegagalan pendidikan kita selama ini. Menurut hemat penulis inilah daya tarik dari buku ini, bahkan ketika penulis membaca buku ini seolah buku ini menghipnotis dan memberikan pencerahan bagi penulis. Prof.Masud mengawali bukunya ini dengan penegasan terminologi humanisme dalam pendidikan, humanisme di sini diartikan sebagai proses pendidikan yang lebih memerhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk social, makhluk religious: ‘abdullah dan khalifatullah, serta sebagai individu yang diberi kesempatan Tuhan untuk mengembangkan potensi-potensinya sekaligus bertanggung jawab terhadap amal perbuatannya di dunia dan di akhirat. Humanisme dimaknai sebagai kekuatan atau potensi individu yang senantiasa mengembangkan diri di bawah petunjuk Ilahi, untuk bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan-permasalahan social. Individu dalam pandangan ini selalu aktif dalam status proses becoming menyempurnakan diri, atau istikmal. Humanisme mengajarkan, tidaklah etis untuk sepenuhnya menunggu Tuhan bertindak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan keindonesiaan dengan carut marutnya persoalan yang tidak pernah kunjung henti. Manusia Indonesia sebagai khalifatullah harus bertindak dengan tetap mohon petunjuk dari Allah untuk merespons dengan tepat berbagai musibah.
Yang membuat saya dan mungkin rekan guru lainnya lebih bergairah lagi dalam membaca buku ini adalah bagaimana Prof.Masud memberikan gambaran sosok guru yang ideal yang bisa melahirkan sebuah pendidikan yang humanis.
UNESCO merekomendasikan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada lima konsep pokok paradigma pembelajaran dan pendidikan, yaitu:
a. Learning to know
b. Learning to do:
c. Learning to live together
d. Learning to be:
e. Learning throughout life
Karena itu ketika guru memahami paradigma learning to know maka harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan bukan information supplier ( cermah oriented ). Guru harus mampu memotivasi peserta didik sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk memperoleh informasi, keterampilan hidup (income generating skills), dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya. Prof.Masud dalam bukunya ini menegaskan bahwa saat ini secara umum para guru belum bisa memainkan fungsi ini dengan baik. Berbeda dengan pendidikan di barat sana ( Amerika misalnya ), seorang guru telah mampu membangkitkan rasa ingin tahu sehingga melahirkan sikap semangat mencari informasi baru dan kritis terhadap suatu masalah. Rendahnya sikap kritis ini pun disebabkan pula karena belum utuhnya pemahaman guru akan paradigma learning to do
Bila guru menyadari paradigma learning to do maka seorang guru harus mampu melatih seorang siswa untuk secara sadar mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah pengetahuan, perasaan. Peserta didik dilatih untuk aktif-positif daripada aktif-negatif. Pengajaran yang hanya menekankan aspek intelektual saja sudah usang.
Hal lain yang diangkat dalam buku ini adalah figur atau tokoh sebagai model atau teladan (kepala sekolah, guru, pamong, orang tua) agar yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kesanggupan melembagakan dan membudayakan keyakinan, nilai dan norma baru pendidikan yang diharapkan.Pelaku pendidikan hendaknya menuntut dirinya untuk menjadi figur, model panutan, teladan bagi peserta didik. Kita sekarang ini sedang menderita kemiskinan idola pendidik. Proses pendidikan sebenarnya juga merupakan proses mempengaruhi orang lain. Pendidik memberikan pengaruhnya kepada para peserta didik. Pendidik menyediakan diri sebagai teladan yang patut diteladani dan menjadi kebanggaan bagi peserta didik, terutama kepribadiannya secara menyeluruh. Pendidik hendaknya sadar bahwa dirinya merupakan teladan kedewasaan, kematangan perasaan, efektivitas dan integritas pribadinya. Maka kualitas kepribadian pendidik sangat menentukan dalam proses pendidikan.
Menyoroti tentang ajaran dasar Islam tentang transmisi ilmu pengetahuan sama halnya dengan menyoroti asal usul pendidikan Islam . Ini harus disertai dengan pemahaman tentang motivasi awal proses belajar-mengajar yang dilakukan kaum muslim sepanjang sejarah deang penekanan pada pereode awal. Sebagai bukti , terdapat kaitan erat antara belajar dengan penggerak utamanya, ketika Islam sebagai suatu agama menempatkan ilmu pengetahuan pada status yang sangat istimewa.Allah akan meninggikan derajat mereka yang beriman diantara kaum muslimin dan mereka yang berilmu.Bukti signifikansinya adalah bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi dimulai dengan perintah Tuhan “bacalah”iqra’ ( q.s.,96:1-5 ) berarti juga “mengaji”.Ulama Indonesia lebih condong menterjemahkannya “ membaca”.Mengenai ontology pendidikan Islam yang tidak mengenal dikotomi, pendidikan Islam harus mengacu pada ajaran dasar Islam itu sendiri yang tidak memilah-milah antara dunia dan akherat. Addunya limazra’atil akhirah ‘ dunia adalah lading penanaman untuk persiapan akhrat’. “Siapa yang menanam maka akan mendapatkan” dalah ajaran popular Islam. Disebutkan bahwa , ‘ doa sapu jagat’ yang intinya memohon kebahagiaan dunia akhirat juga diucapkan setiap muslim di seluruh dunia, membuktikan bahwa islam tidak mengenal dikotomi.
Keberagaman yang cenderung Menekankan hubungan Hubungan Vertikal dan Kesemarakan Ritual. Sebagai Akibat dari Persoalan Pertama di Atas, Kesalehan Sosial Agaknya Masih Jauh dari Orientasi Masyarakat Kita. Potensi Peserta Didik Belum dikembangkan secara professional, Pendidikan belum Berorientasi pada Pengembangan Sumber Daya Manusia atau Belum Individual – Oriented.Kemandirian Anak Didik dan Tanggung Jawab (Responsibility) Masih Jauh dalam Capaian Dunia Pendidikan.
Aspek2 Penting Dalam Humanisme Religius
- Common sense atau akal sehat. (Common sense:using good judgement Problem solving: putting what you know and what you can do into action)
- Individualisme menuju kemandirian
- Thirst for knowledge
- Pendidikan pluralisme
- Pendidikan Nondikotomik
- Kontekstualisme lebih mementingkan fungsi dari simbol.
- Keseimbangan antara reward dan punishment
Humanisme relegius adalah sebuah konsep keagamaan yang menempatkan manusia sebagai manusia, serta upaya huanisme ilmu-ilmu dengan tetap memerhatikan tanggug jawab hablum minallah dan hablum ninannas. Implementasi konsep in agaknya merupakan sebuah kebutuhan yang mendesakkarea fenomena dunia pendidikan yang ada serta keeragaman masyarakat mengisyartkan keberagaman vertikal dan kesemarakan ritual, kesolehan sosial masih jauh dari orientasi masyarakat kita, potensi peserta didik belum dikembangkan secara proposional, kemandirian anak didik dan responsibility masih jauh dalam dunia pendidikan Indonesia.
Dalam sebuah buku, Learning Revolution, disebutkan bahwa pada umumnya orang tua menggunakan lima tahun pertama putranya untuk menjadikan anak pandir, yang tadinya lahir dalam keadaan jenius. Lagi-lagi jika buku the Learning Revolution itu ditujukan pada masyarakat internasional, berarti bahwa proses pembodohan dimana akal sehat tidak berjalan terjadi dimana-mana, tidak hanya di Indonesia. Inilah pentingnya mempertimbangkan akal sehat dalam segala bentuk kegiatan dan orientasi pendidikan.
Membaca dari buku Prof.H.Abdurrhman Mas’ud, M.A, Ph.D. yang berjudul Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ( Humanisme Relegius sebagai Paradigma Pendidikan Islam mengingatkan kepada kita, bahwa pendidikan Islam yang sangat penting “ vital ‘ , yang dulu telah dibuktikan sejarah berabad-abad, tetapi kini justru mengalami mandul. Pendidikan Islam perlu mendapatkan perhatian sekaligus penanganan dari pemikir-pemikir Islam sekaligus praktisi pendidikan Islam.Betapapun, sebagaimana negara-negara berkembang, Indonesia masih mengalami masalah pluralisme. How to accept others, while we disagree? Bagaimana kita bisa menerima pihak lain sementara kita tidak menyetujuinya adalah definisi sederhana pluralisme yang mamang selalu melibatkan aspek toleransi. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan Islam, misalnya perubahan dari punishment-orieted ke reward-oriented secara proposional edukatif dalam rangka memperdayakan siswa. Juga perlu dalam aspekguru, aspek metode pembelajaran, institusi kelembagaan, aspek murid, aspek materi kurikulum serta aspek evaluasi. Semuanya masih perlu adanya pembenahan ke arah perbaikan, sehingga pendidikan Islam di Indonesia tidak terpuruk adanya dikotomik pendidikan.
Begitu banyaknya problematika pendidikan Islam, menyadarkan kepada kita akan pentingnya revitalisasi dan reposisi pendidikan Islam. Hal ini dapat diperkenalkan humanisme relegius sebagai paradigma baru. Mengapa ? Karena ada sesuatu yang salah ( something wrong ) dalam pendidikan Islam.Problematika system pendidikan cukup kompleks sebagaimana permasalahan dunia Islam itu sendiri. Baik itu masalah social institutions maupun social ethies. Yang termasuk diantaranya pranata social adalah lembaga-lembaga pendidikan Islam yang sudah berabad-abad tidak mampu menandingi supremasi schooling dunia Barat. Think globally act locally ‘berpikir secara mondial dan bertindak secara local agaknya perlu kita pertimbangkan dalam rangka memecahkan masalah dunia Islam.
Selengkapnya...
PENELITIAN KUALITATIF (QUALITATIVE RESEARCH)
Prof.Dr.H.Abdullah Ali,Ma, Selaku dosen pengampu mata kuliah Penelitian Kualitatif Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon senantiasa menghimbau kepada seluruh Mahasiswa agar mulai menemukan permasalahan yang kemudian dituangkan dalam proposal penelitian, dengan gayanya khas beliau selalu mengatakan " bila perlu lakukanlah Shalat Istikharah". Namun yang terpenting adalah kita harus mengetahui terlebih dahulu teori-teori yang berkenaan dengan penelitian kualitatif Menurut Strauss dan Corbin (2003) penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
PENGERTIAN METODE PENELITIAN KUALITATIF
Pengertian Metode Penelitian Kualitatif
Terdapat kesalahan pemahaman di dalam masyarakat bahwa yang dinamakan sebagai kegiatan penelitian adalah penelitian yang bercorak survei. Ditambah lagi ada pemahaman lain bahwa penelitian yang benar jika menggunakan sebuah daftar pertanyaan dan datanya dianalisa dengan menggunakan teknik statistik. Pemahaman ini berkembang karena kuatnya pengaruh aliran positivistik dengan metode penelitian kuantitatif.
1. Ada dua kelompok metode penelitian dalam ilmu sosial yakni metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Di antara kedua metode ini sering timbul perdebatan di seputar masalah metodologi penelitian. Masing-masing aliran berusaha mempertahankan kekuatan metodenya
2.Salah satu argumen yang dikedepankan oleh metode penelitian kualitatif adalah keunikan manusia atau gejala sosial yang tidak dapat dianalisa dengan metode yang dipinjam dari ilmu eksakta.
3.Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus menabukan penggunaan angka
4.Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.
DASAR-DASAR PENELITIAN KUALITATIF
Paradigma Metode Penelitian
Ada dua metode berfikir dalam perkembangan pengetahuan, yaitu metode deduktif yang dikembangkan oleh Aristoteles dan metode induktif yang dikembangkan oleh Francis Bacon. Metode deduktif adalah metode berfikir yang berpangkal dari hal-hal yang umum atau teori menuju pada hal-hal yang khusus atau kenyataan. Sedangkan metode induktif adalah sebaliknya. Dalam pelaksanaan, kedua metode tersebut diperlukan dalam penelitian.
Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini ada dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai metode penilaian yang baik, karena menggunakan alat-alat atau intrumen untuk mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik. Tetapi dalam perkembangannya, data yang berupa angka dan pengolahan matematis tidak dapat menerangkan kebenaran secara meyakinkan. Oleh sebab itu digunakan metode kualitatif yang dianggap mampu menerangkan gejala atau fenomena secara lengkap dan menyeluruh.
Tiap penelitian berpegang pada paradigma tertentu. Paradigma menjadi tidak dominan lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada mulanya orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Peneliti bersifat pasif sehingga tinggal memberi makna dari apa yang terjadi dan tanpa ingin berusaha untuk merubah. Masa ini disebut masa pra-positivisme.
Setelah itu timbul pandangan baru, yakni bahwa peneliti dapat dengan sengaja mengadakan perubahan dalam dunia sekitar dengan melakukan berbagai eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut masa positivisme.
Pandangan positivisme dalam perkembangannya dibantah oleh pendirian baru yang disebut post-positivisme. Pendirian post-positivisme ini bertolak belakang dergan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai reaksi terhadap positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori tertentu saja.
Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secara kronologis berurutan yakni metode pra-positivisme, positivisme, dan post-positivisme.
Ciri-ciri Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian lain. Untuk mengetahui perbedaan tersebut ada 15 ciri penelitian kualitatif yaitu:
1.Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam kondisi yang asli atau alamiah (natural setting).
2.Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti sebagai alat utama pengumpul data yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan pengamatan dan wawancara
3. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.
4.Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya dalam pengumpulan data sering memperhatikan hasil dan akibat dari berbagai variabel yang saling mempengaruhi.
5.Latar belakang tingkah laku atau perbuatan dicari maknanya. Dengan demikian maka apa yang ada di balik tingkah laku manusia merupakan hal yang pokok bagi penelitian kualitatif. Mengutamakan data langsung atau “first hand”. Penelitian kualitatif menuntut sebanyak mungkin kepada penelitinya untuk melakukan sendiri kegiatan penelitian di lapangan.
6.Dalam penelitian kualitatif digunakan metode triangulasi yang dilakukan secara ekstensif baik tringulasi metode maupun triangulasi sumber data.
7. Mementingkan rincian kontekstual. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah yang diteliti.
8.Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti, jadi tidak sebagai objek atau yang lebih rendah kedudukannya.
9.Mengutamakan perspektif emik, artinya mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dan segi pendiriannya.
10.Verifikasi. Penerapan metode ini antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif.
11.Pengambilan sampel secara purposif. Metode kualitatif menggunakan sampel yang sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian.
12.Menggunakan “Audit trail”. Metode yang dimaksud adalah dengan mencantumkan metode pengumpulan dan analisa data.
13.Mengadakan analisis sejak awal penelitian. Data yang diperoleh langsung dianalisa, dilanjutkan dengan pencarian data lagi dan dianalisis, demikian seterusnya sampai dianggap mencapai hasil yang memadai.
14.Teori bersifat dari dasar. Dengan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dapat dirumuskan kesimpulan atau teori.
Dasar Teoritis Penelitian
Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang peneliti dalam kegiatan penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit atau tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah. Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah:
1.Pendekatan fenomenologis. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.
2.Pendekatan interaksi simbolik. Dalam pendekatan interaksi simbolik diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka. Pengertian yang dlberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya bersifat esensial serta menentukan.
3.Pendekatan kebudayaan. Untuk menggambarkan kebudayaan menurut perspektif ini seorang peneliti mungkin dapat memikirkan suatu peristiwa di mana manusia diharapkan berperilaku secara baik. Peneliti dengan pendekatan ini mengatakan bahwa bagaimana sebaiknya diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan.
4.Pendekatan etnometodologi. Etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut pandang dari objek penelitiannya.
KEDUDUKAN DAN RAGAM PARADIGMA
Kedudukan Paradigma Dalam Metode Penelitian Kualitatif
Ilmu pengetahuan merupakan suatu cabang studi yang berkaitan dengan penemuan dan pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan metoda-metoda. Dari sini dapat dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka cabang studi itu haruslah memiliki unsur-unsur penemuan dan pengorganisasian, yang meliputi pengorganisasian fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan, prinsip-prinsip serta metoda-metoda. Oleh Moleong prinsip-prinsip ini disebut sebagai aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi para ilmuan dan peneliti di dalam mencari kebenaran melalui kegiatan penelitian.
Dasar-dasar untuk melakukan kebenaran itu biasa disebut sebagai paradigma, yang oleh Bogdan dan Biklen dinyatakan sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Ada berbagai macam paradigma yang mendasari kegiatan penelitian ilmu-ilmu sosial. Paradigma-paradigma yang beragam tersebut tidak terlepas dari adanya dua tradisi intelektual Logico Empiricism dan Hermeneutika.
Logico Empiricism, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang nyata atau faktual dan yang serba pasti. Sedangkan Hermeneutika, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau yang terlihat.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut.
Pilihan terhadap tradisi mana yang akan ditempuh peneliti sangat ditentukan oleh tujuan dan jenis data yang akan ditelitinya. Oleh karena itu pemahaman terhadap paradigma ilmu pengetahuan sangatlah perlu dilakukan oleh para peneliti. Bagi kegiatan penelitian, paradigma tersebut berkedudukan sebagai landasan berpijak atau fondasi dalam melakukan proses penelitian selengkapnya.
Ragam Paradigma Dalam Metode Penelitian
Dalam rangka melakukan pengumpulan fakta-fakta para ilmuwan atau peneliti terlebih dahulu akan menentukan landasan atau fondasi bagi langkah-langkah penelitiannya. Landasan atau fondasi tersebut akan dijadikan sebagai prinsip-prinsip atau asumsi-asumsi dasar maupun aksioma, yang dalam bahasanya Moleong disebut sebagai paradigma.
Menurut Bogdan dan Biklen paradigma dinyatakan sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma didalam ilmu pengetahuan sosial memiliki ragam yang demikian banyak, baik yang berlandaskan pada aliran pemikiran Logico Empiricism maupun Hermeneutic. Masing-masing paradigma tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu para peneliti harus mempunyai pemahaman yang cukup terhadap dasar pemikiran paradigma-paradigma yang ada sehingga sebelum melakukan kegiatan penelitiannya, para peneliti dapat memilih paradigma sebagai landasan penelitiannya secara tepat.
Menurut Meta Spencer paradigma di dalam ilmu sosial meliputi (1) perspektif evolusionisme, (2) interaksionisme simbolik, (3) model konflik, dan (4) struktural fungsional. Menurut George Ritzer paradigma di dalam ilmu sosial terdiri atas (1) fakta sosial, (2) definisi sosial, dan (3) perilaku sosial.
Perbedaan dan keragaman paradigma dan atau teori yang berkembang di dalam ilmu pengetahuan sosial, menuntut para peneliti untuk mencermatinya di dalam rangka memilih paradigma yang tepat bagi permasalahan dan tujuan penelitiannya.
PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Pengertian dan Fungsi Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Mengingat demikian pentingnya kedudukan perumusan masalah di dalam kegiatan penelitian, sampai-sampai memunculkan suatu anggapan yang menyatakan bahwa kegiatan melakukan perumusan masalah, merupakan kegiatan separuh dari penelitian itu sendiri.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena, dan perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu Fungsi pertama adalah sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan. Fungsi ketiga dari perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Kriteria-kriteria Perumusan Masalah
Ada setidak-tidaknya tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah penelitian yaitu kriteria pertama dari suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
Kriteria Kedua dari suatu masalah penelitian adalah bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
Kriteria ketiga, adalah bahwa suatu perumusan masalah yang baik, juga hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.
Berkenaan dengan penempatan rumusan masalah penelitian, didapati beberapa variasi, antara lain (1) Ada yang menempatkannya di bagian paling awal dari suatu sistematika peneliti, (2) Ada yang menempatkan setelah latar belakang atau bersama-sama dengan latar belakang penelitian dan (3) Ada pula yang menempatkannya setelah tujuan penelitian.
Di manapun rumusan masalah penelitian ditempatkan, sebenarnya tidak terlalu penting dan tidak akan mengganggu kegiatan penelitian yang bersangkutan, karena yang penting adalah bagaimana kegiatan penelitian itu dilakukan dengan memperhatikan rumusan masalah sebagai pengarah dari kegiatan penelitiannya. Artinya, kegiatan penelitian yang dilakukan oleh siapapun, hendaknya memiliki sifat yang konsisten dengan judul dan perumusan masalah yang ada. Kesimpulan yang didapat dari suatu kegiatan penelitian, hendaknya kembali mengacu pada judul dan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan.
Sumber Buku Metode Penelitian Kualitatif
Selengkapnya...
PENGERTIAN & RUANG LINGKUP PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Materi pertama mata kuliah Psikologi Pendidikan membahas seputar pengertian dan ruang lingkup Psikologi Pendidikan. Sebagai mata Kuliah konsentrasi, mata kuliah ini mendapat respon yang luar biasa, ini terlihat dari antusiasme mahasiswa dalam diskusi kelas ( Sabtu, 2 Oktober 2010 )
1. Pengertian Psikologi
Psikologi pendidikan merupakan cabang dari psikologi. Psikologi Secara harfiah (Syah, 1997 / hal. 7) Berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu : psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa. William James (Syah, 1997/ hal. 8) menganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental John B. Watson (Syah, 1997 / hal.8) mengubah definisi psikologi menurut James menjadi ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behaviour) organisme. Caplin (Syah, 1997 / hal. 8) mendefinisikan psikologi sebagai“..... the science of human and animal behavior, the study of of the organisme in all its variety and complexity as it responds to the flux and flow of the physical and social events which make up the environment” (Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan lingkungan).Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld (Sarwono dalam Syah, 1997 / hal.8) mendefinisikan psikologi sebagai studi tentang hakikat manusia. Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997 / hal.8) membatasi psiklogi sebagai “cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme dan hubungannya dengan lingkungannya. Syah (1997 / hal.9) membuat kesimpulan tentang pengertian psikologi dari beberapa definisi di atas, dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.. Psikologi mengandung makna yaitu ilmu jiwa yang berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia melalui gejala-gejalanya, aktivitas-aktivitasnya atau perilaku manusia. Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan badaniah organic behavior, yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Sedangkan jiwa adalah daya hidup rihaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. . Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung. Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagaisuatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Makna tentang psikologi khususnya tentang objek materialnya, berkembang seirama dengan perkembungan psikologi itu sendiri. . Diakui bahwa yang memiliki objek material dari psikologi ialah perilaku manusia, yaitu mulai dari perilaku yang nampak keluar (overt behavior) yang bersifat objektif dan dapat diamali sampai kepada perilaku yang tidak nampak (covert behavior). terjadinya perbedaan pendapat diantara ahli psikologi tentang psikologi disebabkan karena adanya berbagai variasi aliran di dalam psikologi.Seiring dengan perkembangan llmu Iengetahuan dan Teknologi dan zaman, psikologi sebagai suatu disiplin ilmu juga mengalami perkembangan yang pesat dan meliputi berhagai cabang ilmu yang dapat digolong-golongkan dengan berbagai cara. Abimanyu dan La Sulo (1990-.14) mengemukakan bahwa dilihat dari segi objeknya, psikologi sebagai suatu disiplin ilmu dibedakan atas psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum ialah ilmu jiwa yang mempelajari gejala jiwa manusia, aktivitas atau perilaku yang umum pada setiap manusia yang dapat diamati sedangkan psikologi khusus ialah ilmu jiwa yang mempelajari atau mengkaji jiwa untuk sekelompok manusia. tertentu misalnya dari segi perbedaan usia, maka dikelompokkan psikologi khusus menjadi beberapa bagian, yaitu ada psikologi anak, psikologi remaja, dan psikologi perkembangan, dan sebagainya). Dari segi keadaan atau latar belakang kehidupan manusia, maka psikologi khusus dikelompokkan menjadi psikologi sosial, psikologi industri, psikologi pendidikan, dan sebagainya. Dilihat dari segi aspek kejiwaan tertentu yang dikaji, maka psikologi khusus dikelompokkan menjadi psikologi belajar, psikologi kepribadian, psikologi abnormal, dan sebagainya). Psikologi dapat pula dibedakan berdasarkan tujuannya, yaitu (1) psikologi teoritis yang memiliki tujuan utama yaitu memahami secara ilmiah murni untuk menyusun suatu teori, seperti psikologi kepribadian atau teori kepribadian, psikologi belajar dengan berbagai teori belajar dan (2) psikologi praktis yang dikembangkan karena kebutuhan tertentu seperti psikologi medis, psikologi kriminil, psikologi pendidikan, dan sebagainya. Jika dilihat pembagian psikologi berdasarkan tujuannya tersebut, maka psikologi pendidikan sebagai bagian integral dari psikologi secara makro masuk ke dalam kelompok psikologi khusus dan psikologi praktis serta juga masuk ke dalam kelompok psikologi teoritis apabila penekanan pada penyusunan suatu konsep atau teori (Abimanyu dan La Sulo, 1990:15). . C. Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Syah, 1997 / hal.10) Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. . Menurut McLeod (Syah, 1997 / hal. 10)Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidikan) artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop). .
Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Tardif (Syah, 1997 / hal. 10) Secara luas, pendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.Secara luas dan representatif, pendidikan ialah .....the total process of developing human abilities and behaviors, drawing on almost all life’s experience (seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan).
Menurut Dictionary of Psychology (Syah, 1997 / hal. 11) Pendidikan diartikan sebagai ..... the institutional procedures which are employed in accomplishing the development of knowledge, habits, attitudes etc. Usually the term is applied to formal institution. Jadi pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah, madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya.
Pendidikan dapat berlangsung secara informal dan nonformal disamping secara formal seperti sekolah, madrasah dan institusi-institusi lainnya.
Bahkan menurut definisi di atas, pendidikan juga dapat berlangsung dengan cara mengajar diri sendiri (self-instruction). .
Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997 / hal. 11) Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.
.
D. Pengertian Psikologi Pendidikan.
.
Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12) Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut : .
a. Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas
b. Pengembangan dan pembaharuan kurikulum
c. Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
d. Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif
e. Penyenggaraan pendidikan keguruan
Barlow (Syah, 1997 / hal. 12) Psikologi pendidikan adalah ...... a body of knowledge grounded in psychological research which provides a repertoire of resource to aid you in functioning more effectively in teaching learning process.
Psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas-tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar secara efektif.
Tardif (Syah, 1997 / hal. 13) Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan. .
Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13) Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the education of human being. Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia ..
Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan. Psikologi pendidikan sebagai bagian integral dari disiplin ilmu psikologi berupaya menggunakan konsep atau prinsip-prinsip psikologis dalam memecahkan masalah-¬masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kajian psikologi pendidikan lebih berfokus kepada kajian psikologis dalam memahami gejala-gejala psikologis peserta didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran di kelas. Sedangkan menurut The American People of Encyclopedia bahwa psikologi pendidikan ialah cabang dari psikologi yang berusaha untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologis dalam memecahkan persoalan pendidikan.Dalam perkembangan lebih lanjut, psikologi pendidikan meluas menjadi berbagai kajian dalam mengkajitentang masalah-masalah yang dialami peserta didik dalam proses pendidikan dan pembela,jaran di kelas. Berbagai kajian tersebut misalnya kajian tentang psikologi belajar, psikologi mengajar, psikologi bimbingan dan penyuluhan, dan sebagainya. Kesemua bidang kajian dari psikologi pendidikan tersebut semuanya bermuara kepada usaha penciptaan proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologis dalam mengetahui dan memahami gejala aktivitas jiwa dan perilaku peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memilik kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
Epistemologis;teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
E. Ruang Lingkup Kajian Psikologi Pendidikan
Pada uraian tentang pengertian psikologi pendidikan telah tersirat pembahasan tentang ruang lingkup atau lapangan psikologi pendidikan, namun untuk mengkaji secara spesifik dan secara rinci tentang ruang lingku kajian psikologi pendidikan, maka perlu dilakuka pembahasan secara tersendiri dalam suatu topik khusus Soerjabrata (1974:6-13) mengemukakan ruang lingkup bidang kajian psikologi pendidikan dilihat dari segi situasi dan proses pendidikan dengan anak didik sebagai pusatnya yaitu kajian psikologi tentang siswa dalam situasi pendidikan dalam peninjauan statis dan dinamis serta kajia hal-hal lain yang erat kaitannya dengan situasi dan prose pendidikan di kelas. Dalam peninjauan secara statis, kajian psikolog tentang siswa dalam situasi pendidikan mencakup kajia tentang gejala-gejala jiwa atau aktivitas dan tingkah laku yang umum yang terdapat pada manusia umumnya, yaitu perhatian, pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berfikir sikap, minat, motivasi, inteligensi, dan sebagainya dan kajian tentang perbedaan-perbedaan individual antar individu-siswa yang mencakup perbedaan dari segi kepribadian, inteligensi, bakat, minat, dan sebagainya. "Sedangkan dalam peninjauan secara dinamis, yaitu mencakup kajian psikologi tentang individu siswa dalam proses pendidikan, yakni perubahan tingkah laku dan cara¬ cara penilaiannya di dalam pendidikan yang mencakup: (1) perubahan perilaku karena pertumbuhan dan perkembangan; atau karena peserta didik mengalami proses pematangan dan pendewasaan, (2) perubahan perilaku karena belajar yang merupakan faktor terpenting dalam proses pendidikan dan pembelajaran, (3) cara-cara mengukur atau mengevaluasi pencapaian karena perubahan-perubahan tersebut, khususnya karena belajar (La Sulo, 1990:16). Selain itu, ruang lingkup kajian psikologi pendidikan juga mencakup kajian-kajian tentang hal-hal lain yang erat kaitannya dengan situasi dan proses pendidikan, yaitu kajian p aentang bimbingan dan konseling, kajian psikologis terhadap individu yang mengalami penyimpangan psikis (jiwa), sosial, dan fisik, kajian tentang implikasi dari prinsip pendidikan 3 seumur hidup yang menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada sistem persekolahan tetapi pendidikan dapat dilakukan di luar sistem persekolahan, misalnya pendidikan untuk orang dewasa, dan kajian psikologis tentang bahan pengajaran yang seharusnya dipilih dan diorganisasikan sedemikian rupa agar dapat diserap oleh peserta didik. Interaksi psikologis dalam proses belajar mengajar antara peserta didik dengan guru sebagai pendidik dan pengajar di kelas, juga menjadi objek kajian dari psikologi pendidikan. Dengan kata lain, ruang lingkup ajian dari psikologi pendidikan ialah mencakup semua penerapan prinsip-prinsip psikologis dalam proses pendidikan dan pembelajaran peserta didik di kelas di berbagai institusi pendidikan, baik di lembaga pendidikan formal (di lingkungan sekolah), non formal (di lingkungan masyarakat), dan informal (di lingkungan keluarga).
Dalam membahas tentang ruang lingkup dari psikologi pendidikan, juga dibahas tentang pusat perhatian dari psikologi pendidikan sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian integral dari psikologi umum. Suardiman (1988:6) mengemukakan bahwa ada tiga elemen yang menjadi pusat perhatian dalam pendidikan yang juga menjadi pusat perhatian oleh para ahli psikologi pendidikan dan para guru, yaitu anak didik, proses belajar, dan sekilas" belajar. Ketiga elemen ini saling berkaitan selalu sama lain. Peserta didik merupakan elemen yang terpentin diantara elemen yang lain (termasuk elemen situasi belaja dan elemen proses belajar). Ini bukan berarti bahwa faktor manusia (peserta didik) lebih penting dari faktor prose belajar dan situasi belajar, tetapi yang jelas tanpa hadirny faktor peserta didik tidak mungkin akan terjadi peristiwa belajar atau interaksi belajar mengajar dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal. Tanpa kehadiran peserta didik di kelas di suatu lembaga pendidikan tidak mungkin akan ada proses pembelajaran karena peserta didik merupakan objek dari proses pendidikan dan pembelajaran di kelas. Peserta didik diibaratkan seperti pembeli dalam suatu proses penjualan pasar yang akan membeli (menerima) ilmu pengetahua dari guru sebagai transformator pengetahuan (penjual kepada peserta didik yang berperan sebagai manusia yan belum dewasa untuk didewasakan. Proses pembelajaran sebagai elemen yang menjadi pusat perhatian dari psikologi pendidikan, merupakan elemen penentu keberhasilan proses pendidikan. Tanpa ada interaksi yang timbal balik antara guru sebagai pendidik, dan pengajar dengan peserta didik sebagai objek yang dididik dan diajar tidak mungkin akan terjadi proses ; pembelajaran di kelas atau di tempat belajar tertentu. . Melalui proses pembelajaran yang interaktif antara guru dan peserta didik akan terjadi perubahan perilaku kepada peserta didik yang ditandai dengan gejala peserta didik menjadi tahu terhadap materi pelajaran yang dipelajarinya dari tidak tahu pada waktu sebelum mempelajari materi pelajaran tertentu. Gejala lain dari terjadinya perubahan perilaku pada peserta didik, yaitu peserta didik memperoleh keterampilan tertentu seperti keterampilan dalam berbicara, berdiskusi, bergaul dan berteman, dan keterampilan lain yang membutuhkan aktivitas sensorik dan motorik dan perubahan dari aspek sikap (afektif), yaitu dari bersikap kurang baik atau kurang positif terhadap guru, orangtua, masyarakat, dan pihak terkait lainnya menjadi bersikap positif terhadap pihak-pihak tersebut sebagai buah atau hasil dari proses pendidikan yang berkualitas. Perubahan dari segi perilaku yang lain berupa perilaku peserta didik dari tidak disiplin dalam hidup menjadi disiplin (termasuk disiplin dalam melakukan aktivitas belajar), dari penampilan dalam berpakaian tidak rapi menjadi rapi dan bersih, dari beperilaku kurang santun menjadi sopan dan santun, dan berbagai aspek pengetahuan (kognitif), afektif (sikap), dan keterampilan (psikomotorik) sebagai buah dari hasil proses pendidikan dan pembelajaran di setting (tempat) belajar. Slameto (1988:68) menyatakan bahwa agar proses pembelajaran di kelas dapat maksimal dan optimal, maka hubungan antara guru dengan peserta didik dan hubungan peserta didik dengan sesama peserta didik yang lain harus timbal balik dan komunikatif satu sama lainnya. Proses pembelajaran hanya dapat terjadi jika antara guru dengan siswa terjadi komunikasi dan interaksi timbal balik yang edukatif. Jadi proses pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh hubungan yang ada dalam proses pembelajaran itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasi siswa dengan gurunya. Hubungan guru dengan siswa sebagai peserta didik yang tercipta dengan baik, maka siswa akan senang kepada gurunya dan juga akan menyukai materi pelajaran yang diajarkan oleh gurunya sehingga siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Sebaliknya, jika hubung guru dengan siswa kurang komunikatif dan harmonis, siswa akan membenci atau tidak senang kepada gurun dan menyebabkan siswa tidak senang menerima pelajar dari guru tersebut, akibatnya siswa tidak sukses bela dalam mata pelajaran tersebut. Guru yang kurang komunikatif dan edukatif dalam berinteraksi dengan siswanya, akan menyebabkan proses pembelajaran di kelas berjalan tidak optimal dan maksim Selain itu, siswa akan menjauhkan diri dari guru sehing siswa tersebut tidak dapat aktif dalam mengikuti pro; belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu, para calon guru dan para guru yang telah mengajar harus menguasai pengetahuan tentang didaktik dan metodik pembelajara, misalnya menguasai dan menerapkan pengetahuan tentang dinamika kegiatan dalam strategi belajar mengajar, interal dan motivasi belajar mengajar, dan berbagai pendekat, dalam proses belajar mengajar. Situasi belajar juga merupakan elemen penting yang berkontribusi positif terhadap terciptanya proses pembelajaran. Situasi belajar menunjuk kepada lingkung dimana proses belajar itu terjadi. ruang kelas, ruang perpustakaan, dan ruang laboratorium merupakan lingkung belajar yang sangat mempengaruhi situasi belajar di tempat belajar tersebut. Kondisi lingkungan di ruang kelas, di ruang perpustakaan, dan di ruang laboratorium sangat mempengaruhi kesuksesan belajar bagi peserta didik dan kesuksesan mengajar bagi guru. Ruang kelas, perpustakaan, dan ruang laboratorium yang memiliki fasilitas belajar yang memadai, kondisinya tenang, sirkulasi udara yang lancar, dan cukup luas untuk menampung jumlah siswa yang ideal, la merupakan situasi belajar menyenangkan yang dapat membangkitkan minat dan motivasi belajar peserta dalam belajar dan minat dan motivasi mengajar bagi guru. Situasi belajar menunjuk kepada suatu faktor atau kondisi yang mempengaruhi siswa atau proses belajar. Guru merupakan satu faktor dalam situasi belajar di samping situasi udara, penerangan, komposi tempat duduk, dansebagainya (Suardiman, 1988:7). Sikap guru, semangat kelas, sikap masyarakat, dan suasana perasaan di sekolah juga merupakan faktor yang mempengaruhi situasi belajar di tempat belajar yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Untuk dapat menjadi guru yang profesional dalam mendidik dan mengajar peserta didik melalui proses ruang pembelajaran di kelas, maka selain harus memperhatikan ketiga elemen pokok yang menjadi pusat perhatian dari psikologi pendidikan tersebut di atas, juga harus memperhatikan dan menguasai pengetahuan tentang didaktik metodik pengajaran dan hall lain yang terkait dengan masalah peserta didik. Pengetahuan didaktik metodik pengajaran dan hal lain yang terkait dengan masalah peserta didik, misalnya pengetahuan tentang gejala aktivitas umum jiwa peserta didik, kepribadian, inteligensi, dan bakat peserta didik, perkembangan anak dan perkembangan remaja sebagai subjek didik, belajar dan permasalahannya, teori¬teori belajar, interaksi belajar mengajar di kelas dan permasalahannya, keterkaitan perilaku guru terhadap dinamika kelas, pembinaan disiplin di dalam kelas, motivasi belajar dan permasalahannya, strategi belajar mengajar manajemen kelas untuk interaksi belajar mengajar, dan masalah-masalah khusus dalam pendidikan dan pengajaran.
Namun menurut Sumadi Suryobroto ( 1987 ) Ruang Lingkup psikologi pendidikan meliputi :
• Pengetahuan tentang psikologi pendidikan : pengertian ruang lingkup, tujuan mempelajari dan sejarah munculnya psikologi pendidikan
• Pembawaaan
• Lingkungan fisik dan psikologis
• Perkembangan siswa
• Proses – proses tingkah laku
• Hakekat dan ruang lingkup belajar
• Faktor yang mempengaruhi belajar
• Hukum dan teori belajar
• Pengukuran pendidikan
• Aspek praktis pengukuran pendidikan
• Transfer belajar
• Ilmu statistik dasar
• Kesehatan mental
• Pendidikan membentuk watak / kepribadian
• Kurikulum pendidikan sekolah dasar
• Kurikulum pendidikan sekolah menengah
Selengkapnya...
Langganan:
Postingan (Atom)